Sabtu, 16 Januari 2010

proposal penelitian kualitatif

1. Latar Belakang Permasalahan

Pada jaman seperti sekarang ini, minyak bumi merupakan barang yang mahal, karena semakin lama keberadaannya semakin menyusut. Untuk itu, penggunaanya harus sehemat mungkin dan harus diadakan pelestarian. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan seluruh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Dapat diketahui bahwa penduduk Indonesia sebagian besar masih tergolong penduduk miskin, maka masih banyak penduduknya yang menggunakan minyak tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, misalnya memasak ataupun menyalakan mesin-mesin dalam kegiatan industri.

Sejak tahun 2007 lalu, kelangkaan minyak tanah sudah menjadi keadaan yang wajar dan biasa terjadi pada masyarakat, berbagai peraturan telah dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi masalah ini, diantaranya mengurangi pasokan minyak tanah pada agen-agen di seluruh wilayah, membatasi pembelian minyak kepada seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali, sampai menaikkan harga minyak, karena harga minyak mentah internasional saat itu sudah melonjak sangat tajam. Pada awal bulan Mei 2008 sudah menembus angka US$ 120 per barel.

Setiap hari warga rela mengantri berdesak-desakan demi mendapatkan 3-5 liter minyak. Saat itu memang minyak tanah menjadi benar-benar sulit didapatkan, alhasil beberapa warga memilih mengganti minyak dengan kayu bakar, bagi masyarakat miskin dan mengganti minyak tanah ke gas, bagi beberapa masyarakat menengah ke atas, selain itu, banyak kegiatan industri yang macet, terutama di kota pekalongan yang sebagian penduduknya bekerja di sektor industri batik dan tentunya membutuhkan banyak minyak tanah untuk memproduksi batik.

Keadaan seperti ini telah terjadi hingga beberapa tahun lamanya, masyarakat kecil terombang-ambing karena keadaan yang tidak menentu ini. Akhirnya pada tahun 2007 dengan berbagai persiapan dan isu-isu akan tidak beredarnya lagi minyak tanah, maka pemerintah mengeluarkan gebrakan melakukan kebijakan tentang konversi minyak tanah ke gas, yaitu dengan cara pemerintah membagikan kompor serta tabung gas 3 kg kepada seluruh masyarakat di daerah dengan bentuan pendataan warga oleh ketua RT setempat, dengan harapan masyarakat bisa mengganti penggunaan minyak tanah ke gas agar mereka tidak lagi ketergantungan pada minyak tanah yang semakin langka.

Pemerintah telah mencabut subsidi minyak tanah dan kebijakan tersebut telah diimplementasikan dengan baik, namun dalam kenyataan, seperti biasanya kebijakan yang dibuat pemerintah tidak selalu menguntungkan semua pihak seperti yang diharapkan, tetapi juga ada yang merasa dirugikan akibat adanya kebijakan ini. Ternyata banyak terjadi kontrovesi diantara anggota masyarakat itu sendiri, termasuk di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan.

Sebenarnya, pemasalahan pokok yang dialami masyarakat Kelurahan Podosugih ini adalah bahwa mereka belum siap menghadapi kebijakan pemerintah untuk mengganti minyak tanah ke gas dalam memenuhi kebutuhan memasak maupun kebiasaan cara berdagang yang tentunya sangat berubah drastis. Untuk itu, diperlukan adanya sosialisasi yang lebih kepada masyarakat tentang keuntungan-keuntungan yang didapat dari penggunaan kompor gas, dibandingkan dengan minyak tanah. Selain itu juga perlu adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang telah mendapatkan kompor dan gas secara gratis, agar implementasi kebijakan ini dapat terlaksana dengan lancar tanpa ada kecurangan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

2. Permasalahan

Kebijakan konversi minyak tanah ke gas telah diimplementasikan oleh pemerintah, dan hasilnya ada beberapa anggota masyarakat yang merasa telah dirugikan, walaupun tetap ada yang merasa untung karena berbagai kecurangan yang banyak dilakukan juga oleh masyarakat. Sebagian besar dari mereka yang merasa dirugikan adalah anggota masyarakat yang tergolong menengah ke bawah.

Pemasalahan pokok yang dialami masyarakat Kelurahan Podosugih ini adalah bahwa mereka belum siap menghadapi kebijakan pemerintah untuk mengganti minyak tanah ke gas dalam memenuhi kebutuhan memasak maupun kebiasaan cara berdagang yang tentunya sangat berubah drastis

Berbagai masalah bermunculan akibat kebijakan pemerintah tersebut, pertama, masyarakat kalangan bawah mengaku keberatan membeli gas dengan harga minimal Rp 14.000 sampai Rp 15.000 untuk tabung gas 3kg, tidak seperti minyak tanah yang dapat dibeli dengan cara eceran.

Kedua, kompor dan tabung gas yang diberikan secara gratis oleh pemerintah ternyata bagi sebagian masyarakat dianggap tidak bermanfaat dan akhirnya mereka menjual kompor beserta gasnya kepada para penadah ataupun orang lain yang membutuhkan lebih banyak kompor gas untuk usaha. Hal ini merupakan salah satu bentuk

Ketiga, masih terdapat beberapa anggota masyarakat yang hanya menyimpan kompor gas tersebut dan memilih tetap menggunakan kompor minyak dan kayu bakar dengan alasan takut tabung gas meledak jika digunakan. Memang tidak dapat disalahkan jika beberapa orang berpendapat demikian, karena tidak sedikit jumlah rumah yang terbakar atau korban luka-luka dan meninggal dunia di daerah sekitar Kelurahan Podosugih akibat meledaknya tabung gas 3kg yang diberikan oleh pemerintah.

Keempat, masyarakat yang dulu bekerja sebagai penjual minyak tanah mengaku saat ini kehilangan matapencahariaannya, karena jika dia ingin mengganti usahanya dari minyak tanah ke gas, maka dia harus memiliki modal awal yang jauh lebih besar dari modal dagang minyak tanah semula, untuk membeli beberapa tabung gas, yang harga tiap satu buah tabungnya adalah Rp.130.000,-. Hal ini tentu saja memberatkan mereka yang telah kehilangan pekerjaannya dan otomatis kesejahteraan mereka pun semakin turun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Banyaknya masalah yang timbul akibat kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut, belum tentu pemerintah berusaha menyelesaikan dan menanggulangi masalah itu, bahkan pemerintah juga belum tentu mengetahui masalah yang dialami masyarakatnya.

Dari penjelasan hal-hal di atas, maka permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan?

2. Permasalahan apa saja yang dihadapi serta bagaimana langkah pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang timbul karena Implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas?

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang “Konversi Minyak Tanah ke Gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan” ini bertujuan untuk mengetahui bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasti memiliki dampak positif ataupun negatif, termasuk dalam kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Untuk itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pelaksanaan implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan serta mengetahui masalah-masalah yang timbul dan langkah pemerintah dalam menghadapi masalah akibat adanya implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas tersebut.

b. Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktek.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian yang bertema “Konversi Minyak Tanah ke Gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan” diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Sosial pada umumnya dan Ilmu Administrasi Publik pada Khususnya mengenai kebijakan dan implementasinya.

2. Manfaat Praktek

Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi pemerintah dalam menciptakan dan mengimplementasikan sebuah kebijakan pada masyarakat, terutama bagi Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan, agar dapat menjadi salah satu pedoman dalam mengatasi segala masalah yang muncul akibat implementasi kebijakan ini.

4. Tinjauan Pustaka

Untuk menilai faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, maka peneliti menggunakan dua teori, yaitu teori Implementasi dan Komunikasi.

a. Teori Implementasi

Implementasi kebijakan public akhir-akhir ini muncul sebagai topik yang menarik dalam studi ilmu politik baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Implementasi kebijakan public menjadi menarik perhatian dikarenakan banyak faktor yang sangat bervariasi terkait dengan proses implementasi ini, biasanya meliputi kemampuan penyediaan sumber, struktur hubungan antar pemerintahan, pelaporan dalam birokrasi, pengaruh lawan politik, serta kejadian-kejadian lain yang tak terduga. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mengapa kebijaksanaan yang diterapkan mangalami penyimpangan dalam pelaksanaannya, usaha-usaha untuk menjelaskan perbedaan yang terjadi antara kebijakan dengan pelaksanaan, penjabaran kebijakan ke dalam mekanisme dan menterjemahkan tujuan ke prosedur rutin.

Fungsi implementasi adalah membentuk suatu upaya yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan public dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintahan. Karena itu implementasi menyangkut kreativitas dari pelaksana kebijakan untuk merancang dan menemukan alat-alat khusus dirancang dan dicari dalam keinginan mencapai tujuan tersebut.

Untuk itu, peneliti menggunakan teori implementasi sebagai pijakan dalam melakukan pengembangan penelitian tentang implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan ini.

Implementasi adalah proses mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktek. Implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program.

· Teori George C. Edwards III ( 1980 )

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni :

1. Komunikasi

Syarat agar suatu kebijakan itu berhasil adalah implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran ( target group ) sehingga dapat mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran

2. Sumberdaya

Walaupun tujuan atau isi dari kebijakan itu sudah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan dengan efektif. Sumberdaya tersebut dapat terwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementator, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses imlementasi kebijakan juga tidak akan efektif.

Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul dinegara-negara Dunia Ketiga, seperti di Indonesia adalah contoh konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan.

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang bertugas meng-implementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar ( standart operating procedur atau SOP ). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak.

Sturuktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Yang pada akhinya menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

· Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn ( 1975 )

Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni;

1. Standar dan sasaran kebijakan.

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non human resources)

3. Hubungan antar Organisasi.

Dalam banyak program, implementasi sebuah progaram perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Sehingga perlu koordinasi dan kerjasama antar instansi untuk keberhasialan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana

Adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi.

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipa, yakni mendukung mendukung atau menolak, bagaiman sifat opini publik yang ada dilingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implementor.

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni:

i. respons implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,

ii. kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan,

iii. intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

b. Teori Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan peneriamaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain (Miftah Thoha, 2005:167). Sedangkan menurut Redi Panuju (2000: 4) komunikasi adalah transfer informasi atau pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan (komuniktor) kepada penerima (komunikan), dengan catatan bahwa proses tersebut bertujuan mencapai saling pengertian (mutual understanding).

Tujuan komunikasi adalah memberikan keterangan tentang sesuatu kepada penerima, mempengaruhi sikap penerima, memberikan dukungan psikologis kepada penerima atau mempengaruhi perilaku penerima (Kenneth N. Wexly dan Gary A. Yuki, 2003: 71).

Menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thil dalam Djoko Purwanto (1997:11) proses komunikasi dapat dibagi menjadi lima tahap, yaitu:

a. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan.

Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas dihadapan kita. Seorang komunikator yang baik, harus dapat menyaring hal-hal yang tidak penting atau tidak relevan, dan memusatkan perhatian pada hal-hal yang memang penting dan relevan.

b. Ide diubah menjadi suatu pesan.

Dalam suatu proses kominikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna. Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna, pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: subjek (apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan), audience, gaya personal, dan latar belakang budaya.

c. Pemindahan pesan.

Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima pesan. Saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan terkadang relatif pendek, namun ada juga yang cukup panjang. Panjang-pendeknya saluran komunikasi yang digunakan akan mempengaruhi terhadap efektifitas penyampaian pesan. Bila penyampai pesan-pesan yang panjang dan kompleks secara lisan dengan menggunakan saluran komunikasi yang panjang, pesan-pesan tersebut bisa jadi berkurang atau bahkan bertentangan dengan aslinya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan jenis atau pesan yang akan disampaikan.

d. Penerima menerima pesan.

Komunikasi antar seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima menerima pesan tersebut. Jadi, suatu pesan yang disampaikan harus dapat dimengerti dan tersimpan di dalam pikiran si penerima pesan. Lagi pula, suatu pesan baru dapat ditafsirkan secara benar bila penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang dimaksud oleh pengirimnya.

e. Penerima memberi tanggapan dan umpan-balik ke pengirim.

Umpan balik adalah penghubung akhir dalam suatu rantai komunikasi. Ia merupakan tanggapan penerima pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektifitas suatu pesan. Umpan balik memegang peranan penting dalam proses komunikasi, karena ia memberi kemungkinan bagi pengirim untuk menilai efektifitas suatu pesan. Disamping itu, adanya umpan balik akan dapat menunjukkan adanya faktor-faktor penghambat komunikasi, misalnya perbedaan latar belakang, perbedaan penafsiran kata-kata, dan perbedaan reaksi secara emosional.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar dibawah ini.

Gambar 1.3

Proses Komunikasi

Courtland L. Bovee dan John V. Thil

Sumber: Courtland L. Bovee dan John V. Thil (dalam Djoko Purwanto,1997:11)

Dalam melakukan komunikasi adakalanya hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan kata lain, komunikasi yang terjadi tidak efektif, sehingga tidak mencapai sasaran dengan baik. Untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif diperlukan beberapa persyaratan antara lain (Djoko Purwanto, 1997: 16):

a. Persepsi

Komunikasi harus dapat memprediksikan apakah pesan-pesan yang akan disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Bila prediksinya tepat, audience akan membaca atau menerima tanggapan dengan benar. Audience sebagai penerima pesan, lalu akan mengantisipasi reaksi komunikasi (pengirim pesan) untuk menyusun pesan yang diterima bagi diri mereka, dengan tetap melakukan penyesuaian untuk menghindari kesalahpahaman dalam komunikasi tersebut.

b. Ketepatan

Audience mempunyai kerangka pikir. Agar komunikasi yang dilakukan mencapai sasaran, komunikator perlu mengekspresikan hal yang ingin disampaikan sesuai dengan kerangka pikir audience. Apabila hal tersebut diabaikan, maka yang muncul adalah miscommunication.

c. Kredibilitas

Dalam berkomunikasi, komunikator perlu mempunyai suatu keyakinan bahwa audience-nya adalah orang-orang yang dapat dipercaya. Demikian juga sebaliknya, komunikator harus mempunyai suatu keyakinan akan inti pesan dan maksud yang ingin mereka sampaikan.

d. Pengendalian

Dalam komunikasi, audience akan memberikan suatu reaksi atau tanggapan terhadap pesan yang disampaikan. Reaksi audience tergantung pada berhasil atau tidaknya komunikator mengendalikan audience-nya saat melakukan komunikasi.

e. Kecocokan/keserasian

Komunikasi yang baik selalu dapat menjaga hubungan persahabatan yang menyenangkan dengan audience sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya. Seorang komunikator yang baik juga akan menghormati dan berhasil memberi kesan yang baik kepada audience-nya.

Dalam menyampaikan pesan-pesan kepada audience, peranan kata sangat penting artinya. Penggunaan kata yang sama sekali tidak diketahui atau sangat asing bagi audience, bukan saja memboroskan atau membuang-buang waktu, tetapi yang lebih penting dari itu adalah sangat mengganggu penyampaian maksud/tujuan komunikasi. Agar maksud komunikasi dapat dicapai, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (Djoko Purwanto, 1997: 18):

a. Pilihan kata yang sudah dikenal/familiar.

Dalam menyampaikan pesan-pesan gunakanlah kata-kata yang sudah dikenal, kata-kata yang umum, kata-kata yang lazim digunakan, sehingga mudah dipahami oleh audience. Jangan menggunakan kata-kata/istilah yang nampaknya mentereng dan bombastis, tetapi justru hanya membuat bingung audience.

b. Pilihlah kata yang singkat.

Disamping memilih kata-kata yang sudah dikenal, perlu juga digunakan kata-kata yang singkat dalam menyampaikan pesan-pesan. Penggunaan kata-kata yang singkat, selain efisien juga mudah dipahami oleh audience.

c. Hindari kata-kata yang bermakna ganda.

Kata-kata yang memiliki berbagai pengertian harus dihindari dalam penyampaian pesan-pesan. Penggunaan kata-kata tersebut akan mengakibatkan terjadinya penafsiran yang bermacam-macam. Akibatnya adalah kemungkinan tidak tercapainya maksud pesan-pesan yang disampaikan.

Menurut Zulkarimein Nasution (1990: 24), beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menetapkan program komunikasi apa yang akan dilaksanakan, yaitu:

a. Ketersediaan finansial

Pertimbangan biaya memang dalam banyak hal menjadi yang paling utama, karena suatu kegiatan komunikasi, bagaimanapun juga pasti memerlukan ongkos tertentu.

b. Kebutuhan nasional dan kebijakan departemen

Dalam menentukan kegiatan tertentu, mestilah disesuaikan dengan apa yang menjadi kebutuhan nasional dan kebijakan departemen yang bersangkutan.

c. Kebutuhan lokal dan kondisi setempat

Kondisi setempat harus diperhitungkan sebaik-baiknya, karena kerapkali justru kunci persoalan terletak di sini.

d. Ketersediaan sumber-sumber (resources) dan fasilitas

Resources maupun fasilitas, dapat dicarikan jalan keluarnya, dengan memilih, apakah untuk itu perlu diadakan sendiri, atau mendatangkan dari tempat lain, meminjam atau pun menyewa, serta cara-cara lain yang dapat memenuhinya.

e. Kesegeraan effek terhadap khalayak

Suatu kegiatan komunikasi memang ada yang effeknya segera kelihatan, tapi ada pula yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengetahui effeknya. Penentuan kegiatan dengan effek yang mana yang ingin dicapai, tergantung pada keperluan atau pun tujuan program yang bersangkutan.

f. Kemungkinan respon khalayak

Berdasarkan perhitungan dan pengalaman sebelumnya, dapat juga diperkirakan bagaimana respon khalayak terhadap kegiatan komunikasi yang direncanakan. Perkiraan ini seyogianya dipertimbangkan, agar kegiatan yang diadakan nantinya, benar-benar berhasil guna dan berdaya guna.

g. Pengalaman sebelumnya

Pengalaman melakukan kegiatan komunikasi sebelumnya, baik di tempat lain maupun di tempat yang sama merupakan pertimbangan yang berharga untuk menjadi patokan. Dengan demikian dapat dihindari hal-hal yang tidak diinginkan, sekaligus lebih baik lagi agar program yang dilaksanakan nantinya membawa hasil seperti yang diharapkan.

Pada kakekatnya penyuluhan adalah suatu kegiatan komunikasi. Proses yang dialami mereka yang disuluh sejak mengetahui, memahami, meminati, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan yang nyata, adalah suatu proses komunikasi. Dengan demikian kelihatanlah bagaimana pentingnya memenuhi persyaratan komunikasi yang baik untuk tercapainya hasil penyuluhan yang baik (Zulkarimein Nasution, 1990: 28).

Ada beberapa masalah komunikasi dalam kegiatan penyuluhan, yaitu (Zulkarimein Nasution, 1990: 28):

a. Kompetensi komunikasi yang seharusnya dimiliki oleh seorang penyuluh. Yang dimaksud dengan kompetensi di sini, adalah sejumlah kemampuan dasar dalam berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh agar kegiatannya nanti di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

b. Sifat atau semangat kepemimpinan sebagai seorang agen perubahan pada diri seorang penyuluh.

c. Teknik atau metode komunikasi yang efektif bagi kegiatan penyuluhan itu sendiri.

5. Metode Penelitian

a. Perspektif Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian social deskriptif kualitatif, karena beberapa alasan diantaranya adalah, dalam penelitian yang diperlukan bukanlah sampel, tetapi pelaku utamanya atau informan yang jumlahnya terbatas. Selain itu, penelitian ini memuat penggambaran tentang suatu proses.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan maksud, peneliti ingin menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan, termasuk melukiskan keadaan subjek ataupun objek penelitian berdasarkan fakta yang terjadi.

b. Pemilihan Lokasi Penelitian

Penelitian tentang “Konversi Minyak Tanah ke Gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan” dilakukan di Kota Pekalongan, tepatnya di Jalan Kalimantan Gg.2 Kelurahan Podosugih. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu situasi social yang akan diteliti banyak merangkum informasi tentang aspek-aspek yang akan diteliti, tempat tersebut relative mudah untuk dimasuki, memperbolehkan kehadiran peneliti untuk mengamati situasi di tempat tersebut, fenomena atau aktifitas yang berkaitan dengan masalah penelitian masih berlangsung di tempat tersebut serta situasi social yang akan diteliti memudahkan peneliti jika akan melakukan partisipasi.

c. Pemilihan Informan Penelitian

Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa informan tersebut mengalami masalah dalam penelitian, sehingga mengetahui benar-benar tentang fenomena yang terjadi. Informan yang dipilih adalah Warga Kelurahan Podosugih, warga yang bekerja sebagai mantan penjual minyak tanah, ibu rumah tangga pengguna kompor gas yang mengalami masalah sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini dan Lurah setempat selaku pelaksana dan pengawas kebijakan. Karena mereka memang memenuhi criteria dari metode kualitatif untuk dijadikan sebagai informan, yakni berkompetensi dan berwenang dalam masalah penelitian sehingga mereka mengetahui betul mengenai persoalan tersebut.

d. Fenomena Penelitian

Fenomena penelitian di sini membahas mengenai aspek-aspek yang terkait dengan persoalan penelitian dan apa saja yang akan digali oleh peneliti dalam menggambarkan fenomena yang terjadi terkait dengan masalah penelitian

Dalam penelitian ini, fenomena penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah masalah implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan.

Poin-poin aspek yang akan digali peneliti dalam menggambarkan fenomena yang terjadi adalah :

1) Jumlah warga miskin yang merasa keberatan membeli gas

2) Banyaknya warga Podosugih yang menjual kompor dan gas pemberian pemerintah

3) Ada warga Podosugih yang ketakutan menggunakan kompor gas pemberian pemerintah

4) Penjual minyak tanah di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan kehilangan pekerjaannya.

5) Serta langkah pemerintah dalam menanggulangi masalah ini

e. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, selain itu juga ada instrument lain yang membantu peneliti dalam memperlancar kegiatan penelitiannya, yaitu catatan lapangan maupun handphone sebagai alat perekam suara dan gambar.

f. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam penelitian kualitatif ini terdapat beberapa cara pengumpulan data atau informasi. Beberapa cara tersebut antara lain melalui :

1. Pengamatan Mendalam ( observation ),

Obsevasi ádalah salah satu metode untuk melihat bagaian statu peristiwa, kejadan, hal-hal tertentu terjadi. Observasi dibanttu dengan foto-foto yang berdasarkan bidikan kamera dimana objeknya berasala dari pilihan mata kita. Observasi menyajikan gambaran rinci tentang aktivita program, proses, dan peserta.

2. Wawancara Mendalam ( in-depth interview )

Wawancara mendalam merupakan metode atau teknik dasar dalam penelitian kualitatif. Peneliti menyusun pertanyaann-pertayaan sesuai dengan tema penelitian atau apa yang akan diungkapkan dalam sebuah urutan daftar pertanyaann (Interview Guide). Tujuan dari wawancara adalah untuk mengetahui apa yang tercantum dalam pikiran dan hati orang, bagaimana pandangan tetang dunia, yaitu hal-hal tidak dapat kita ketahui melalui observasi.

3. Pengamatan Terlibat ( partisipation observation )

Partisipasi observasi adalah metode yang paling komprehensif untuk penelitian kualitatif. Epistemologi observasi partisipasi adalah berdasarkan prinsip dan “reciprocity of perspectivas” antara para aktor-aktor sosial.

Di dalam proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan teknik wawancara mendalam dan pengamatan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan harapan peneliti dapat mengetahui secara lebih rinci tentang informasi permasalahan maupun penyebab masalah penelitian terjadi. Sedangkan teknik pengamatan mendalam, peneliti akan melakukan proses dokumentasi dengan cara rekaman video, karena rekaman video ini memiliki fidelitas tinggi. Dimana dengan rekaman video, peneliti tidak hanya mendapatkan suara dari hasil pengumpulan data peneliti, tetapi juga disertai dengan gambar yang semua itu akan memperkuat hasil pengumpulan data peneliti.

Sedangkan pengolahan data atau informasi dilakukan melalui beberapa tahapan dimulai dari review catatan lapangan, pengelompokan atau kategorisasi, reduksi data, display data, pengkategorian data yang terkumpul, dan menarik kesimpulan / verifikasi.

1. Review Catatan Lapangan

Review catatan lapangan adalah pengolahan informasi dengan cara mereview atau mengkaji ulang semua informasi-informasi atau catatan-catatan ketika mengumpulkan informasi.

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyerderhanaan, pengabsahan dan tranformasi data kasar yang muncul dari hasil penelitian lapangan.

3. Display Data

Display data adalah pengolahan informasi dengan cara memaparkan dan menyajikan data dengan bahasa yang lugas dan bersifat akademik.

4. Pengkategorian Data yang Terkumpul

Data yang dipeoleh akan dikelompokan berdasarkan pertanyaan penelitian pada saat wawancara pengelompokan berdasarkan pertanyaan tersebut menghasilkan kategori-kategori jawaban penelitian.

5. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi

Setelah data terkumpul dan dikategorikan, maka kelompok-kelompok jawaban tersebut akan di ambil kesimpulan.

Dari proses tahap pengolahan data tadi, peneliti melakukannya secara urut dari proses review catatan yang diperoleh dari hasil catatan penelitian langsung di lapangan yang awalnya masih berbentuk catatan umum mengenai fenomena di lapangan, dan tahap selanjutnya adalah mereduksi data dari review catatan lapangan. Setelah kedua tahap itu selesai, maka data atau informasi disusun berdasarkan tata bahasa ilmiah agar pantas disajikan dalam lingkup akademis, lalu data yang sudah tersajikan dalam bahasa ilmiah, dikelompokkan dulu sesuai dengan susunan pertanyaan pada penelitian yang dibahas, dan tahap terakhir dalam pengolahan data adalah memberi kesimpulan dari hasil-hasil data yang tadi diolah menggunakan beberapa tahap tersebut.

g. Analisis Data atau Informasi

Setiap penelitian, pasti membutuhkan proses analisis data untuk mengorganisasikan data dan bertujuan menemukan tema serta hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif . Moleong (2004, h. 103) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan bisa dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Penelitian tentang implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih ini menggunakan analisis taksonomi dalam proses Analisis informasi dan datanya. Hal ini dikarenakan bentuk analisis taksonomi ini lebih terperinci dalam membahas suatu permasalahan. Meskipun penelitian ini memiliki fokus dalam bidang tertentu, namun pendeskripsian fenomena yang menjadi sentral dari permasalahan penelitian diungkap secara lebih terperinci. Dengan demikian, aspek yang akan diutamakan harus digali secara lebih mendalam susunannya sehingga dapat menunjukkan keanekaragaman dalam merujuk sikap atau mental pelaku meski dua hal tersebut tidak terlalu sama

Dari proses analisis yang dilakukan sejak awal penelitian ini, peneliti dapat menemukan penjelasan tentang fenomena yang sedang diteliti, sehingga peneliti mampu menjawab semua pertanyaan dalam penelitian.

6. Daftar Pustaka

[1] Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, Alfa Beta, Bandung, 2007, Hal. 84

[1] Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung: 1996. Hal.6

[1] Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, TARSITO, Bandung, Edisi Pertama, 1988, Hal. 73

[1] http://andiirawan.com/2008/03/20/konversi-minyak-tanah-ke-gas-conversion-kerosene-to-naturalgas/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar