Sabtu, 16 Januari 2010

proposal penelitian kualitatif

1. Latar Belakang Permasalahan

Pada jaman seperti sekarang ini, minyak bumi merupakan barang yang mahal, karena semakin lama keberadaannya semakin menyusut. Untuk itu, penggunaanya harus sehemat mungkin dan harus diadakan pelestarian. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan seluruh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Dapat diketahui bahwa penduduk Indonesia sebagian besar masih tergolong penduduk miskin, maka masih banyak penduduknya yang menggunakan minyak tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, misalnya memasak ataupun menyalakan mesin-mesin dalam kegiatan industri.

Sejak tahun 2007 lalu, kelangkaan minyak tanah sudah menjadi keadaan yang wajar dan biasa terjadi pada masyarakat, berbagai peraturan telah dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi masalah ini, diantaranya mengurangi pasokan minyak tanah pada agen-agen di seluruh wilayah, membatasi pembelian minyak kepada seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali, sampai menaikkan harga minyak, karena harga minyak mentah internasional saat itu sudah melonjak sangat tajam. Pada awal bulan Mei 2008 sudah menembus angka US$ 120 per barel.

Setiap hari warga rela mengantri berdesak-desakan demi mendapatkan 3-5 liter minyak. Saat itu memang minyak tanah menjadi benar-benar sulit didapatkan, alhasil beberapa warga memilih mengganti minyak dengan kayu bakar, bagi masyarakat miskin dan mengganti minyak tanah ke gas, bagi beberapa masyarakat menengah ke atas, selain itu, banyak kegiatan industri yang macet, terutama di kota pekalongan yang sebagian penduduknya bekerja di sektor industri batik dan tentunya membutuhkan banyak minyak tanah untuk memproduksi batik.

Keadaan seperti ini telah terjadi hingga beberapa tahun lamanya, masyarakat kecil terombang-ambing karena keadaan yang tidak menentu ini. Akhirnya pada tahun 2007 dengan berbagai persiapan dan isu-isu akan tidak beredarnya lagi minyak tanah, maka pemerintah mengeluarkan gebrakan melakukan kebijakan tentang konversi minyak tanah ke gas, yaitu dengan cara pemerintah membagikan kompor serta tabung gas 3 kg kepada seluruh masyarakat di daerah dengan bentuan pendataan warga oleh ketua RT setempat, dengan harapan masyarakat bisa mengganti penggunaan minyak tanah ke gas agar mereka tidak lagi ketergantungan pada minyak tanah yang semakin langka.

Pemerintah telah mencabut subsidi minyak tanah dan kebijakan tersebut telah diimplementasikan dengan baik, namun dalam kenyataan, seperti biasanya kebijakan yang dibuat pemerintah tidak selalu menguntungkan semua pihak seperti yang diharapkan, tetapi juga ada yang merasa dirugikan akibat adanya kebijakan ini. Ternyata banyak terjadi kontrovesi diantara anggota masyarakat itu sendiri, termasuk di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan.

Sebenarnya, pemasalahan pokok yang dialami masyarakat Kelurahan Podosugih ini adalah bahwa mereka belum siap menghadapi kebijakan pemerintah untuk mengganti minyak tanah ke gas dalam memenuhi kebutuhan memasak maupun kebiasaan cara berdagang yang tentunya sangat berubah drastis. Untuk itu, diperlukan adanya sosialisasi yang lebih kepada masyarakat tentang keuntungan-keuntungan yang didapat dari penggunaan kompor gas, dibandingkan dengan minyak tanah. Selain itu juga perlu adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang telah mendapatkan kompor dan gas secara gratis, agar implementasi kebijakan ini dapat terlaksana dengan lancar tanpa ada kecurangan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

2. Permasalahan

Kebijakan konversi minyak tanah ke gas telah diimplementasikan oleh pemerintah, dan hasilnya ada beberapa anggota masyarakat yang merasa telah dirugikan, walaupun tetap ada yang merasa untung karena berbagai kecurangan yang banyak dilakukan juga oleh masyarakat. Sebagian besar dari mereka yang merasa dirugikan adalah anggota masyarakat yang tergolong menengah ke bawah.

Pemasalahan pokok yang dialami masyarakat Kelurahan Podosugih ini adalah bahwa mereka belum siap menghadapi kebijakan pemerintah untuk mengganti minyak tanah ke gas dalam memenuhi kebutuhan memasak maupun kebiasaan cara berdagang yang tentunya sangat berubah drastis

Berbagai masalah bermunculan akibat kebijakan pemerintah tersebut, pertama, masyarakat kalangan bawah mengaku keberatan membeli gas dengan harga minimal Rp 14.000 sampai Rp 15.000 untuk tabung gas 3kg, tidak seperti minyak tanah yang dapat dibeli dengan cara eceran.

Kedua, kompor dan tabung gas yang diberikan secara gratis oleh pemerintah ternyata bagi sebagian masyarakat dianggap tidak bermanfaat dan akhirnya mereka menjual kompor beserta gasnya kepada para penadah ataupun orang lain yang membutuhkan lebih banyak kompor gas untuk usaha. Hal ini merupakan salah satu bentuk

Ketiga, masih terdapat beberapa anggota masyarakat yang hanya menyimpan kompor gas tersebut dan memilih tetap menggunakan kompor minyak dan kayu bakar dengan alasan takut tabung gas meledak jika digunakan. Memang tidak dapat disalahkan jika beberapa orang berpendapat demikian, karena tidak sedikit jumlah rumah yang terbakar atau korban luka-luka dan meninggal dunia di daerah sekitar Kelurahan Podosugih akibat meledaknya tabung gas 3kg yang diberikan oleh pemerintah.

Keempat, masyarakat yang dulu bekerja sebagai penjual minyak tanah mengaku saat ini kehilangan matapencahariaannya, karena jika dia ingin mengganti usahanya dari minyak tanah ke gas, maka dia harus memiliki modal awal yang jauh lebih besar dari modal dagang minyak tanah semula, untuk membeli beberapa tabung gas, yang harga tiap satu buah tabungnya adalah Rp.130.000,-. Hal ini tentu saja memberatkan mereka yang telah kehilangan pekerjaannya dan otomatis kesejahteraan mereka pun semakin turun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Banyaknya masalah yang timbul akibat kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut, belum tentu pemerintah berusaha menyelesaikan dan menanggulangi masalah itu, bahkan pemerintah juga belum tentu mengetahui masalah yang dialami masyarakatnya.

Dari penjelasan hal-hal di atas, maka permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan?

2. Permasalahan apa saja yang dihadapi serta bagaimana langkah pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang timbul karena Implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas?

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang “Konversi Minyak Tanah ke Gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan” ini bertujuan untuk mengetahui bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasti memiliki dampak positif ataupun negatif, termasuk dalam kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Untuk itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pelaksanaan implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan serta mengetahui masalah-masalah yang timbul dan langkah pemerintah dalam menghadapi masalah akibat adanya implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas tersebut.

b. Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktek.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian yang bertema “Konversi Minyak Tanah ke Gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan” diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Sosial pada umumnya dan Ilmu Administrasi Publik pada Khususnya mengenai kebijakan dan implementasinya.

2. Manfaat Praktek

Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi pemerintah dalam menciptakan dan mengimplementasikan sebuah kebijakan pada masyarakat, terutama bagi Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan, agar dapat menjadi salah satu pedoman dalam mengatasi segala masalah yang muncul akibat implementasi kebijakan ini.

4. Tinjauan Pustaka

Untuk menilai faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, maka peneliti menggunakan dua teori, yaitu teori Implementasi dan Komunikasi.

a. Teori Implementasi

Implementasi kebijakan public akhir-akhir ini muncul sebagai topik yang menarik dalam studi ilmu politik baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Implementasi kebijakan public menjadi menarik perhatian dikarenakan banyak faktor yang sangat bervariasi terkait dengan proses implementasi ini, biasanya meliputi kemampuan penyediaan sumber, struktur hubungan antar pemerintahan, pelaporan dalam birokrasi, pengaruh lawan politik, serta kejadian-kejadian lain yang tak terduga. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mengapa kebijaksanaan yang diterapkan mangalami penyimpangan dalam pelaksanaannya, usaha-usaha untuk menjelaskan perbedaan yang terjadi antara kebijakan dengan pelaksanaan, penjabaran kebijakan ke dalam mekanisme dan menterjemahkan tujuan ke prosedur rutin.

Fungsi implementasi adalah membentuk suatu upaya yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan public dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintahan. Karena itu implementasi menyangkut kreativitas dari pelaksana kebijakan untuk merancang dan menemukan alat-alat khusus dirancang dan dicari dalam keinginan mencapai tujuan tersebut.

Untuk itu, peneliti menggunakan teori implementasi sebagai pijakan dalam melakukan pengembangan penelitian tentang implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan ini.

Implementasi adalah proses mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktek. Implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program.

· Teori George C. Edwards III ( 1980 )

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni :

1. Komunikasi

Syarat agar suatu kebijakan itu berhasil adalah implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran ( target group ) sehingga dapat mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran

2. Sumberdaya

Walaupun tujuan atau isi dari kebijakan itu sudah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan dengan efektif. Sumberdaya tersebut dapat terwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementator, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses imlementasi kebijakan juga tidak akan efektif.

Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul dinegara-negara Dunia Ketiga, seperti di Indonesia adalah contoh konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan.

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang bertugas meng-implementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar ( standart operating procedur atau SOP ). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak.

Sturuktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Yang pada akhinya menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

· Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn ( 1975 )

Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni;

1. Standar dan sasaran kebijakan.

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non human resources)

3. Hubungan antar Organisasi.

Dalam banyak program, implementasi sebuah progaram perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Sehingga perlu koordinasi dan kerjasama antar instansi untuk keberhasialan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana

Adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi.

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipa, yakni mendukung mendukung atau menolak, bagaiman sifat opini publik yang ada dilingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implementor.

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni:

i. respons implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,

ii. kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan,

iii. intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

b. Teori Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan peneriamaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain (Miftah Thoha, 2005:167). Sedangkan menurut Redi Panuju (2000: 4) komunikasi adalah transfer informasi atau pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan (komuniktor) kepada penerima (komunikan), dengan catatan bahwa proses tersebut bertujuan mencapai saling pengertian (mutual understanding).

Tujuan komunikasi adalah memberikan keterangan tentang sesuatu kepada penerima, mempengaruhi sikap penerima, memberikan dukungan psikologis kepada penerima atau mempengaruhi perilaku penerima (Kenneth N. Wexly dan Gary A. Yuki, 2003: 71).

Menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thil dalam Djoko Purwanto (1997:11) proses komunikasi dapat dibagi menjadi lima tahap, yaitu:

a. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan.

Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas dihadapan kita. Seorang komunikator yang baik, harus dapat menyaring hal-hal yang tidak penting atau tidak relevan, dan memusatkan perhatian pada hal-hal yang memang penting dan relevan.

b. Ide diubah menjadi suatu pesan.

Dalam suatu proses kominikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna. Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna, pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: subjek (apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan), audience, gaya personal, dan latar belakang budaya.

c. Pemindahan pesan.

Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima pesan. Saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan terkadang relatif pendek, namun ada juga yang cukup panjang. Panjang-pendeknya saluran komunikasi yang digunakan akan mempengaruhi terhadap efektifitas penyampaian pesan. Bila penyampai pesan-pesan yang panjang dan kompleks secara lisan dengan menggunakan saluran komunikasi yang panjang, pesan-pesan tersebut bisa jadi berkurang atau bahkan bertentangan dengan aslinya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan jenis atau pesan yang akan disampaikan.

d. Penerima menerima pesan.

Komunikasi antar seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima menerima pesan tersebut. Jadi, suatu pesan yang disampaikan harus dapat dimengerti dan tersimpan di dalam pikiran si penerima pesan. Lagi pula, suatu pesan baru dapat ditafsirkan secara benar bila penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang dimaksud oleh pengirimnya.

e. Penerima memberi tanggapan dan umpan-balik ke pengirim.

Umpan balik adalah penghubung akhir dalam suatu rantai komunikasi. Ia merupakan tanggapan penerima pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektifitas suatu pesan. Umpan balik memegang peranan penting dalam proses komunikasi, karena ia memberi kemungkinan bagi pengirim untuk menilai efektifitas suatu pesan. Disamping itu, adanya umpan balik akan dapat menunjukkan adanya faktor-faktor penghambat komunikasi, misalnya perbedaan latar belakang, perbedaan penafsiran kata-kata, dan perbedaan reaksi secara emosional.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar dibawah ini.

Gambar 1.3

Proses Komunikasi

Courtland L. Bovee dan John V. Thil

Sumber: Courtland L. Bovee dan John V. Thil (dalam Djoko Purwanto,1997:11)

Dalam melakukan komunikasi adakalanya hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan kata lain, komunikasi yang terjadi tidak efektif, sehingga tidak mencapai sasaran dengan baik. Untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif diperlukan beberapa persyaratan antara lain (Djoko Purwanto, 1997: 16):

a. Persepsi

Komunikasi harus dapat memprediksikan apakah pesan-pesan yang akan disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Bila prediksinya tepat, audience akan membaca atau menerima tanggapan dengan benar. Audience sebagai penerima pesan, lalu akan mengantisipasi reaksi komunikasi (pengirim pesan) untuk menyusun pesan yang diterima bagi diri mereka, dengan tetap melakukan penyesuaian untuk menghindari kesalahpahaman dalam komunikasi tersebut.

b. Ketepatan

Audience mempunyai kerangka pikir. Agar komunikasi yang dilakukan mencapai sasaran, komunikator perlu mengekspresikan hal yang ingin disampaikan sesuai dengan kerangka pikir audience. Apabila hal tersebut diabaikan, maka yang muncul adalah miscommunication.

c. Kredibilitas

Dalam berkomunikasi, komunikator perlu mempunyai suatu keyakinan bahwa audience-nya adalah orang-orang yang dapat dipercaya. Demikian juga sebaliknya, komunikator harus mempunyai suatu keyakinan akan inti pesan dan maksud yang ingin mereka sampaikan.

d. Pengendalian

Dalam komunikasi, audience akan memberikan suatu reaksi atau tanggapan terhadap pesan yang disampaikan. Reaksi audience tergantung pada berhasil atau tidaknya komunikator mengendalikan audience-nya saat melakukan komunikasi.

e. Kecocokan/keserasian

Komunikasi yang baik selalu dapat menjaga hubungan persahabatan yang menyenangkan dengan audience sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya. Seorang komunikator yang baik juga akan menghormati dan berhasil memberi kesan yang baik kepada audience-nya.

Dalam menyampaikan pesan-pesan kepada audience, peranan kata sangat penting artinya. Penggunaan kata yang sama sekali tidak diketahui atau sangat asing bagi audience, bukan saja memboroskan atau membuang-buang waktu, tetapi yang lebih penting dari itu adalah sangat mengganggu penyampaian maksud/tujuan komunikasi. Agar maksud komunikasi dapat dicapai, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (Djoko Purwanto, 1997: 18):

a. Pilihan kata yang sudah dikenal/familiar.

Dalam menyampaikan pesan-pesan gunakanlah kata-kata yang sudah dikenal, kata-kata yang umum, kata-kata yang lazim digunakan, sehingga mudah dipahami oleh audience. Jangan menggunakan kata-kata/istilah yang nampaknya mentereng dan bombastis, tetapi justru hanya membuat bingung audience.

b. Pilihlah kata yang singkat.

Disamping memilih kata-kata yang sudah dikenal, perlu juga digunakan kata-kata yang singkat dalam menyampaikan pesan-pesan. Penggunaan kata-kata yang singkat, selain efisien juga mudah dipahami oleh audience.

c. Hindari kata-kata yang bermakna ganda.

Kata-kata yang memiliki berbagai pengertian harus dihindari dalam penyampaian pesan-pesan. Penggunaan kata-kata tersebut akan mengakibatkan terjadinya penafsiran yang bermacam-macam. Akibatnya adalah kemungkinan tidak tercapainya maksud pesan-pesan yang disampaikan.

Menurut Zulkarimein Nasution (1990: 24), beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menetapkan program komunikasi apa yang akan dilaksanakan, yaitu:

a. Ketersediaan finansial

Pertimbangan biaya memang dalam banyak hal menjadi yang paling utama, karena suatu kegiatan komunikasi, bagaimanapun juga pasti memerlukan ongkos tertentu.

b. Kebutuhan nasional dan kebijakan departemen

Dalam menentukan kegiatan tertentu, mestilah disesuaikan dengan apa yang menjadi kebutuhan nasional dan kebijakan departemen yang bersangkutan.

c. Kebutuhan lokal dan kondisi setempat

Kondisi setempat harus diperhitungkan sebaik-baiknya, karena kerapkali justru kunci persoalan terletak di sini.

d. Ketersediaan sumber-sumber (resources) dan fasilitas

Resources maupun fasilitas, dapat dicarikan jalan keluarnya, dengan memilih, apakah untuk itu perlu diadakan sendiri, atau mendatangkan dari tempat lain, meminjam atau pun menyewa, serta cara-cara lain yang dapat memenuhinya.

e. Kesegeraan effek terhadap khalayak

Suatu kegiatan komunikasi memang ada yang effeknya segera kelihatan, tapi ada pula yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengetahui effeknya. Penentuan kegiatan dengan effek yang mana yang ingin dicapai, tergantung pada keperluan atau pun tujuan program yang bersangkutan.

f. Kemungkinan respon khalayak

Berdasarkan perhitungan dan pengalaman sebelumnya, dapat juga diperkirakan bagaimana respon khalayak terhadap kegiatan komunikasi yang direncanakan. Perkiraan ini seyogianya dipertimbangkan, agar kegiatan yang diadakan nantinya, benar-benar berhasil guna dan berdaya guna.

g. Pengalaman sebelumnya

Pengalaman melakukan kegiatan komunikasi sebelumnya, baik di tempat lain maupun di tempat yang sama merupakan pertimbangan yang berharga untuk menjadi patokan. Dengan demikian dapat dihindari hal-hal yang tidak diinginkan, sekaligus lebih baik lagi agar program yang dilaksanakan nantinya membawa hasil seperti yang diharapkan.

Pada kakekatnya penyuluhan adalah suatu kegiatan komunikasi. Proses yang dialami mereka yang disuluh sejak mengetahui, memahami, meminati, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan yang nyata, adalah suatu proses komunikasi. Dengan demikian kelihatanlah bagaimana pentingnya memenuhi persyaratan komunikasi yang baik untuk tercapainya hasil penyuluhan yang baik (Zulkarimein Nasution, 1990: 28).

Ada beberapa masalah komunikasi dalam kegiatan penyuluhan, yaitu (Zulkarimein Nasution, 1990: 28):

a. Kompetensi komunikasi yang seharusnya dimiliki oleh seorang penyuluh. Yang dimaksud dengan kompetensi di sini, adalah sejumlah kemampuan dasar dalam berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh agar kegiatannya nanti di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

b. Sifat atau semangat kepemimpinan sebagai seorang agen perubahan pada diri seorang penyuluh.

c. Teknik atau metode komunikasi yang efektif bagi kegiatan penyuluhan itu sendiri.

5. Metode Penelitian

a. Perspektif Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian social deskriptif kualitatif, karena beberapa alasan diantaranya adalah, dalam penelitian yang diperlukan bukanlah sampel, tetapi pelaku utamanya atau informan yang jumlahnya terbatas. Selain itu, penelitian ini memuat penggambaran tentang suatu proses.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan maksud, peneliti ingin menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan, termasuk melukiskan keadaan subjek ataupun objek penelitian berdasarkan fakta yang terjadi.

b. Pemilihan Lokasi Penelitian

Penelitian tentang “Konversi Minyak Tanah ke Gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan” dilakukan di Kota Pekalongan, tepatnya di Jalan Kalimantan Gg.2 Kelurahan Podosugih. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu situasi social yang akan diteliti banyak merangkum informasi tentang aspek-aspek yang akan diteliti, tempat tersebut relative mudah untuk dimasuki, memperbolehkan kehadiran peneliti untuk mengamati situasi di tempat tersebut, fenomena atau aktifitas yang berkaitan dengan masalah penelitian masih berlangsung di tempat tersebut serta situasi social yang akan diteliti memudahkan peneliti jika akan melakukan partisipasi.

c. Pemilihan Informan Penelitian

Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa informan tersebut mengalami masalah dalam penelitian, sehingga mengetahui benar-benar tentang fenomena yang terjadi. Informan yang dipilih adalah Warga Kelurahan Podosugih, warga yang bekerja sebagai mantan penjual minyak tanah, ibu rumah tangga pengguna kompor gas yang mengalami masalah sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini dan Lurah setempat selaku pelaksana dan pengawas kebijakan. Karena mereka memang memenuhi criteria dari metode kualitatif untuk dijadikan sebagai informan, yakni berkompetensi dan berwenang dalam masalah penelitian sehingga mereka mengetahui betul mengenai persoalan tersebut.

d. Fenomena Penelitian

Fenomena penelitian di sini membahas mengenai aspek-aspek yang terkait dengan persoalan penelitian dan apa saja yang akan digali oleh peneliti dalam menggambarkan fenomena yang terjadi terkait dengan masalah penelitian

Dalam penelitian ini, fenomena penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah masalah implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan.

Poin-poin aspek yang akan digali peneliti dalam menggambarkan fenomena yang terjadi adalah :

1) Jumlah warga miskin yang merasa keberatan membeli gas

2) Banyaknya warga Podosugih yang menjual kompor dan gas pemberian pemerintah

3) Ada warga Podosugih yang ketakutan menggunakan kompor gas pemberian pemerintah

4) Penjual minyak tanah di Kelurahan Podosugih Kota Pekalongan kehilangan pekerjaannya.

5) Serta langkah pemerintah dalam menanggulangi masalah ini

e. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, selain itu juga ada instrument lain yang membantu peneliti dalam memperlancar kegiatan penelitiannya, yaitu catatan lapangan maupun handphone sebagai alat perekam suara dan gambar.

f. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam penelitian kualitatif ini terdapat beberapa cara pengumpulan data atau informasi. Beberapa cara tersebut antara lain melalui :

1. Pengamatan Mendalam ( observation ),

Obsevasi ádalah salah satu metode untuk melihat bagaian statu peristiwa, kejadan, hal-hal tertentu terjadi. Observasi dibanttu dengan foto-foto yang berdasarkan bidikan kamera dimana objeknya berasala dari pilihan mata kita. Observasi menyajikan gambaran rinci tentang aktivita program, proses, dan peserta.

2. Wawancara Mendalam ( in-depth interview )

Wawancara mendalam merupakan metode atau teknik dasar dalam penelitian kualitatif. Peneliti menyusun pertanyaann-pertayaan sesuai dengan tema penelitian atau apa yang akan diungkapkan dalam sebuah urutan daftar pertanyaann (Interview Guide). Tujuan dari wawancara adalah untuk mengetahui apa yang tercantum dalam pikiran dan hati orang, bagaimana pandangan tetang dunia, yaitu hal-hal tidak dapat kita ketahui melalui observasi.

3. Pengamatan Terlibat ( partisipation observation )

Partisipasi observasi adalah metode yang paling komprehensif untuk penelitian kualitatif. Epistemologi observasi partisipasi adalah berdasarkan prinsip dan “reciprocity of perspectivas” antara para aktor-aktor sosial.

Di dalam proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan teknik wawancara mendalam dan pengamatan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan harapan peneliti dapat mengetahui secara lebih rinci tentang informasi permasalahan maupun penyebab masalah penelitian terjadi. Sedangkan teknik pengamatan mendalam, peneliti akan melakukan proses dokumentasi dengan cara rekaman video, karena rekaman video ini memiliki fidelitas tinggi. Dimana dengan rekaman video, peneliti tidak hanya mendapatkan suara dari hasil pengumpulan data peneliti, tetapi juga disertai dengan gambar yang semua itu akan memperkuat hasil pengumpulan data peneliti.

Sedangkan pengolahan data atau informasi dilakukan melalui beberapa tahapan dimulai dari review catatan lapangan, pengelompokan atau kategorisasi, reduksi data, display data, pengkategorian data yang terkumpul, dan menarik kesimpulan / verifikasi.

1. Review Catatan Lapangan

Review catatan lapangan adalah pengolahan informasi dengan cara mereview atau mengkaji ulang semua informasi-informasi atau catatan-catatan ketika mengumpulkan informasi.

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyerderhanaan, pengabsahan dan tranformasi data kasar yang muncul dari hasil penelitian lapangan.

3. Display Data

Display data adalah pengolahan informasi dengan cara memaparkan dan menyajikan data dengan bahasa yang lugas dan bersifat akademik.

4. Pengkategorian Data yang Terkumpul

Data yang dipeoleh akan dikelompokan berdasarkan pertanyaan penelitian pada saat wawancara pengelompokan berdasarkan pertanyaan tersebut menghasilkan kategori-kategori jawaban penelitian.

5. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi

Setelah data terkumpul dan dikategorikan, maka kelompok-kelompok jawaban tersebut akan di ambil kesimpulan.

Dari proses tahap pengolahan data tadi, peneliti melakukannya secara urut dari proses review catatan yang diperoleh dari hasil catatan penelitian langsung di lapangan yang awalnya masih berbentuk catatan umum mengenai fenomena di lapangan, dan tahap selanjutnya adalah mereduksi data dari review catatan lapangan. Setelah kedua tahap itu selesai, maka data atau informasi disusun berdasarkan tata bahasa ilmiah agar pantas disajikan dalam lingkup akademis, lalu data yang sudah tersajikan dalam bahasa ilmiah, dikelompokkan dulu sesuai dengan susunan pertanyaan pada penelitian yang dibahas, dan tahap terakhir dalam pengolahan data adalah memberi kesimpulan dari hasil-hasil data yang tadi diolah menggunakan beberapa tahap tersebut.

g. Analisis Data atau Informasi

Setiap penelitian, pasti membutuhkan proses analisis data untuk mengorganisasikan data dan bertujuan menemukan tema serta hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif . Moleong (2004, h. 103) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan bisa dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Penelitian tentang implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas di Kelurahan Podosugih ini menggunakan analisis taksonomi dalam proses Analisis informasi dan datanya. Hal ini dikarenakan bentuk analisis taksonomi ini lebih terperinci dalam membahas suatu permasalahan. Meskipun penelitian ini memiliki fokus dalam bidang tertentu, namun pendeskripsian fenomena yang menjadi sentral dari permasalahan penelitian diungkap secara lebih terperinci. Dengan demikian, aspek yang akan diutamakan harus digali secara lebih mendalam susunannya sehingga dapat menunjukkan keanekaragaman dalam merujuk sikap atau mental pelaku meski dua hal tersebut tidak terlalu sama

Dari proses analisis yang dilakukan sejak awal penelitian ini, peneliti dapat menemukan penjelasan tentang fenomena yang sedang diteliti, sehingga peneliti mampu menjawab semua pertanyaan dalam penelitian.

6. Daftar Pustaka

[1] Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, Alfa Beta, Bandung, 2007, Hal. 84

[1] Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung: 1996. Hal.6

[1] Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, TARSITO, Bandung, Edisi Pertama, 1988, Hal. 73

[1] http://andiirawan.com/2008/03/20/konversi-minyak-tanah-ke-gas-conversion-kerosene-to-naturalgas/

proposal metodologi penelitian kuantitatif

1. Latar Belakang

Sejak pemilihan kepala daerah di Kota Pekalongan tahun 2005 silam yang dimenangkan oleh Basyir Achmad, seorang dokter berketurunan arab yang juga ahli dalam bidang politik dan pemerintahan dan kebetulan diusung oleh Partai Golongan Karya (Golkar), keadaan Kota Pekalongan menjadi berubah drastis, dengan beberapa aturan mengenai diwajibkannya semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan siswi yang beragama Islam dari tingkat Sekolah Dasar(SD) sampai Sekolah Menengah Atas(SMA) untuk mengenakan jilbab, serta peraturan lain yang mengarah pada bidang kesehatan. Peraturan ini tentu saja wajar dikeluarkan oleh Wali Kota yang baru, mengingat latar belakang agamanya serta pendidikan dan profesinya semula.

Perkembangan Kota Pekalongan setelah dipimpin Basyir Achmad ini patut diacungi jempol, karena dalam masa pemerintahannya, Kota Pekalongan berhasil mendirikan sebuah rumah sakit yang megah dan mewah di daerah Kelurahan Bendan Jalan Sriwijaya. Namun demikian, pendirian Rumah Sakit ini ternyata membutuhkan lokasi luas sehingga harus menggunakan gedung bangunan lain di sekitarnya. Perpustakaan Umum Koa Pekalongan misalnya, bangunan ini merupakan salah satu bangunan yang ikut tergusur akibat pendirian Rumah Sakit ini, alhasil lokasi Perpustakaanpun harus dipindahkan dari lokasi semula di Jalan Sriwijaya ke lokasi baru Jalan Merbabu.

Sebenarnya, lokasi perpustakaan umum Kota Pekalongan sebelumnya telah menempati wilayah yang strategis, dimana terletak di depan kampus dan beberapa sekolah, yaitu Universitas Pekalongan (UNIKAL), SMA Dwija Pradja, STM Dwija Pradja, serta SMP Negeri 4 Kota Pekalongan. Selain itu, daerah Jalan Sriwijaya merupakan daerah dekat pusat pemerintahan, karena di sekitar daerah tersebut juga berdiri gedung DPRD Kota Pekalongan dan banyak gedung-gedung dinas yang lain, sehingga Perpustakaan Umum ini mudah dijangkau oleh pelajar, pegawai maupun mahasiswa, yang biasanya menjadi salah satu kalangan dari beberapa sasaran pengunjung sebuah perpustakaan.

Keadaan perpustakaan yang sekarang tidak seperti dulu, perpindahannya di Jalan Merbabu yang merupakan daerah Perumahan Bendan sehingga daerahnya sepi, jarang dilintasi oleh masyarakat , selain itu Jalan Merbabu adalah jalan buntu dan perpustakaan umum terletak persis di bagian paling pojok dari Jalan tersebut serta tepat bersebelahan dengan sawah. Boleh dikatakan bahwa lokasi perpustakaan umum sekarang sengatlah tidak strategis.

Dahulu dengan berdirinya Perpustakaan Umum di Jalan Sriwijaya yang mudah dijangkau oleh semua kalangan, jumlah pengunjung menunjukkan angka yang membanggakan, dari tahun 2003 sampai 2007 misalnya, jumlah pengunjung terus meningkat.

Tabel 1.1

JUMLAH PENGUNJUNG PERPUSTAKAAN DI JALAN SRIWIJAYA

No

Kalangan

Pengunjung/Tahun

2003

2004

2005

2006

2007

1

Pelajar SD/SMP/SMA

5423

5996

6181

6400

7612

2

Mahasiswa

4120

4413

5144

5568

6755

3

Pegawai Negeri

2790

3019

3509

3987

4465

4

Karyawan Swasta

1253

1448

1995

2234

2500

5

Kalangan Lain

768

834

956

1012

1324

Jumlah

14354

15710

17785

19201

22656

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa jumlah pengunjung perpustakaan umum Kota Pekalongan sebelum pindah lokasi pada tahun 2003 sebanyak 14345 pengunjung, tahun 2004 sejumlah 15710 pengunjung, dan di tahun 2005 dengan jumlah 17785 pengunjung, selanjutnya tahun 2006 adalah 19201 pengunjung, selain itu, pada tahun 2007 jumlah pengunjung menjadi 22656 orang. Dari sini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa jumlah pengunjung perpustakaan sejak tahun 2003 sampai 2007 semakin meningkat. Apalagi, angka ini menunjukkan angka yang cukup signifikan bagi sebuah perpustakaan umum di Kota kecil seperti Kota Pekalongan.

Banyaknya pengunjung dan meningkatnya pengunjung dari tahun ke tahun sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor mudahnya lokasi dijangkau oleh masyarakat pengunjung, lengkapnya koleksi buku yang disediakan oleh perpustakaan, dan ruang serta sarana tambahan yang terdapat di perpustakaan umum sewaktu belum pindah lokasi pun cukup menciptakan kenyamanan bagi para pengunjungnya, misal kipas angin, rak yang tersusun rapi berdasarkan masing-masing jenis buku, meja kursi besar untuk membaca bersama-sama, tempat atau rak untuk meletakkan tas pengunjung yang memadai, ruangan yang sangat luas, dan meja kursi yang sisertai penutup pada bagian kanan,kiri, depan agar pengunjung dapat membaca buku dengan tenang dan privasi mereka terjaga.

Akan tetapi, keadaan demikian tidak berlangsung lama, karena perpustakaan umum harus berpindah lokasi di Jalan Merbabu dan dapat diketahui bahwa lokasi perpustakaan yang sekarang menempati sebuah bangunan bekas bangunan lain, sehingga tentunya bangunan ini kurang pas desainnya untuk digunakan sebagai perpustakaan.

Di lokasinya sekarang, ruangan menjadi semakin sempit dan sarana yang dulu terdapat di tempat perpustakaan semula tidak lagi dapat dinikmati di perpustakaan sekarang, karena keterbatasan ruang dan biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Pekalongan.

Hal ini sangat disesalkan oleh para pengunjung Perpustakaan Umum Kota Pekalongan yang pengunjung utamanya adalah para pelajar, mahasiswa dan pegawai dinas ini, dapat dilihat dari daftar pengunjung Perpustakaan dari tahun 2008 hingga 2009.

Tabel 1.2

JUMLAH PENGUNJUNG PERPUSTAKAAN DI JALAN MERBABU

No

Kalangan

Pengunjung/Tahun

2008

2009

1

Pelajar SD/SMP/SMA

2321

2213

2

Mahasiswa

951

893

3

Pegawai Negeri

802

812

4

Karyawan Swasta

554

523

5

Kalangan Lain

312

228

Jumlah

4940

4469

Dari tabel 1.2 tersebut, kita dapat mengetahui bahwa jumlah pengunjung Perpustakaan Umum Kota Pekalongan setelah pindah lokasi ke Jalan Merbabu pada tahun 2008 berjumlah 4940 pengunjung, sedangkan di tahun 2009, jumlah pengunjung hanya 4469 pengunjung.

Peneliti menyimpulkan bahwa jumlah pengunjung ternyata semakin menurun, dilihat dari angka yang menurun drastis dari semula di tahun terakhir pada saat perpustakaan terletak di Jalan Sriwijaya berjumlah 22656 pengunjung, hingga di tahun 2009, jumlah pengunjung terjun menjadi 4469 pengunjung.

Semua ini terjadi karena beberapa hal, misalnya, bertambah jauhnya jarak perpustakaan dari sekolah maupun kantor-kantor dinas yang menjadi pengunjung utama di perpustakaan ini. Selain itu juga disebabkan oleh berkurangnya koleksi buku perpustakaan akibat bertambah sempitnya ruang perpustakaan yang baru. Berikut ini adalah keterangan jumlah koleksi buku sejak sebelum dan sesudah perpindahan lokasi perpustakaan.

Tabel 1.3

JUMLAH KOLEKSI BUKU

PERPUSTAKAAN UMUM KOTA PEKALONGAN

No

Jenis Buku

Junlah

Sebelum Pindah Lokasi

Sesudah Pindah Lokasi

1

Sastra

1500

1100

2

Fiksi

700

500

3

Sosial

600

450

4

Politik

300

240

5

Ilmu Alam

1200

1000

6

Ekonomi

800

700

7

Kamus

400

370

8

Agama

600

570

Jumlah

6100

4930

Setelah melihat tabel tersebut, maka dapat diterangkan bahwa terjadi penyusutan buku yang cukup jelas karena perpindahan lokasi ini, yaitu dari sebelum terjadi perpindahan, jumlah buku sebanyak 6100 buah, sedangkan setelah perpindahan lokasi maka banyak buku menjadi 4930 buah. Sehingga, peneliti mengambil kesimpulan bahwa koleksi buku sangat berkurang dari semula dan tentunya akan membuat kepuasan pengunjung menjadi menurun.

Setelah peneliti mengkaji masalah ini secara lebih mendalam, ternyata masih terdapat hal lain yang terjadi, yaitu sistem administrasi di perpustakaan menjadi tidak teratur, disebabkan oleh berkurangnya ruangan yang digunakan tenaga administrasi dalam melaksanakan tugasnya.

Pemerintah Kota Pekalongan sebenarnya akan berencana membangun gedung permanen di daerah Jalan Jatayu yang lebih strategis untuk lokasi Perpustakaan Umum, sehingga lokasi sekarang adalah lokasi sementara saja, namun dua tahun lamanya, Pemerintah Kota Belum juga merealisasikan rencana ini.

Sebenarnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh Perpustakaan Umum ini dapat diatasi beberapa cara, diantaranya adalah menata kembali sistem administrasi yang tidak teratur, menata kembali ruangan yang ada saat ini sehingga dapat menarik pengunjung, Pemerintah Kota lebih memfokuskan pembangunan lokasi perpustakaan umum yang baru di Jalan Jatayu, serta pemberian sosialisasi kepada masyarakat tentang letak perpustakaan ummum sekarang, karena ternyata ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui tentang perpindahan lokasi perpustakaan dan banyak juga masyarakat yang tidak mengetahui di mana lokasi perpustakaan umum sekarang.

Berdasarkan pada uraian permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul : Pengaruh Perpindahan Lokasi Perpustakaan Umum Kota Pekalongan Terhadap Jumlah Pengunjung

2. Perumusan Masalah Penelitian

Menurut Stoner dalam Sugiyono (1999: 35) mengartikan permasalahan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi. Selain itu, masalah juga dapat dimaksudkan sebagai kesenjangan antara harapan dengan kenyataan.

Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah Peraturan Pemerintah Kota Pekalongan tentang perpindahan lokasi perpustakaan umum Kota Pekalongan dari Jalan Sriwijaya yang strategis, dimana terletak di depan kampus dan beberapa sekolah, yaitu Universitas Pekalongan (UNIKAL), SMA Dwija Pradja, STM Dwija Pradja, serta SMP Negeri 4 Kota Pekalongan. Selain itu, daerah Jalan Sriwijaya merupakan daerah dekat pusat pemerintahan, karena di sekitar daerah tersebut juga berdiri gedung DPRD Kota Pekalongan dan banyak gedung-gedung dinas yang lain, sehingga Perpustakaan Umum ini mudah dijangkau oleh pelajar, pegawai maupun mahasiswa. Karena mereka biasanya menjadi salah satu kalangan dari beberapa sasaran pengunjung sebuah perpustakaan.

Permasalahannya, perpustakaan tersebut dipindahkan ke Jalan Merbabu yang merupakan daerah sekitar Perumahan Bendan sehingga daerahnya sepi, jarang dilintasi oleh masyarakat , selain itu Jalan Merbabu adalah jalan buntu dan perpustakaan umum terletak persis di bagian paling pojok dari Jalan tersebut serta tepat bersebelahan dengan sawah. Boleh dikatakan bahwa lokasi perpustakaan umum sekarang sengatlah tidak strategis, sehingga hal ini jelas mempengaruhi jumlah pengunjung. Selain itu, faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah pengunjung juga menjadi suatu permaslahan dalam penelitian ini.

3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Definisi penelitian menurut Parson adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian itu dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.

· Tujuan Penelitian

Sedangkan yang menjadi tujuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perpindahan lokasi perpustakaan umum Kota Pekalongan terhadap jumlah pengunjung dan untuk menguji hipotesis yang telah dibuat oleh peneliti.

· Kegunaan Penelitian

Penelitian yang bertema “Pengaruh Perpindahan Lokasi Perpustakaan Umum Kota Pekalongan Terhadap Jumlah Pengunjung” diharapkan dapat berguna bagi perkembangan Ilmu Sosial pada umumnya dan Ilmu Administrasi Publik pada Khususnya, serta bermanfaat bagi pemerintah Kota Pekalongan dalam menciptakan dan mengimplementasikan sebuah peraturan pada masyarakatnya.

4. Tinjauan Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan merumuskan hubungan antar konsep.

Fungsi teori menurut Koentjaraningrat (dalam Redi Panuju, 2000:15), bahwa teori merupakan alat yang penting dari suatu ilmu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Dengan demikian, fungsi teori adalah sebagai berikut:

1. Menyimpulkan generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta yang dikumpulkan dalam penelitian.

2. Memberikan kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi dari fakta-fakta yang dikumpulkan dalam penelitian.

3. Memberikan ramalan atas gejala-gejala baru yang akan terjadi.

4. Mengisi kekosongan-kekosongan dalam pengetahuan kita tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi.

Banyak teori yang dapat digunakan sebagai landasan utama untuk melakukan suatu penelitian, namun peneliti hanya memilih beberapa teori yang memang bebar-benar berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan, yaitu :

a. Manajemen Perpustakaan (Y)

Perpustakaan sebagai organisasi nonprofit dapatdiarahkan untuk mencari keuntungan, bahkan sangat mungkin menjadi organisasi bisnis. Untuk itu, perlu adanya redefinisi perpustakaan, perubahan visi dan misi serta struktur organisasi yang mampu mencakup fungsi-fungsi produksi, hubungan kerja sama, pemasaran data, tenaga yang handal, dan lain sebagainya.

Perpustakaan sebagai organisasi publik memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat umum dengan mengutamakan kepuasan pelanggan. Hal ini berbeda dengan organisasi bisnis yang memberikan layanan umum, tetapi diutamakan yang memberikan keuntungan. Dengan demikian, perpustakaan dapat dikategorikan sebagai organisasi dalam kelompo, sebagaimana rumah sakit, perguruan tinggi, maupun badan-badan pemerintahan. Dalam operasionalnya, organisasi ini membutuhkan dana yang dapat diperoleh dari pemerintah dan sumbangan masyarakat.

Maju mundurnya suatu lembaga sangat dipengaruhi oleh sistem manajemen yang diberlakukan, terutama faktor manajer puncak. Penataan manajemen yang sesuai akan mengakibatkan perubahan orientasi dari orientasi standar menjadi orientasi pasar. Oleh karena itu, dalam penataan manajemen perlu dirumuskan dengan jelas tentang visi, misi, tujuan perpustakaan, skil yang memadai, sumber daya yang sesuai, rencana kerja yang matang, intensif yang layak, dan perubahan sikap serta penampilan.

· Perencanaan Perpustakaan

Perpustakaan sebagai lembaga yang selalu berkembang memerlukan perencanaan dalam pengelolaan, meliputi bahan informasi, sumber daya manusia, dana, gedung/ruang, sistem dan perlengkapan. Tanpa adanya perencanaan yang memaddai, maka tidak jelas tujuan yang akan dicapai, tumpang tindihnya pelaksanaan dan lambannya perkembangan perpustakaan.

Sumber daya manusia merupakanunsur pendukung utama dalam kegiatan organisasi atau lembaga. Maju mundurnya perpustakaan tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Kebutuhan sumber daya manusia untuk perpustakaan perlu direncanakan dengan mempertimbangkan : jenis kegiatan, kualitas dan kuantitas tenaga, spesialiisasi, pemanfaatan teknologi informasi, dana, dan tingkat pendidikan pemakai.

Demikian pula dengan penyusunan bahan informasi, perencanaan perlu dipikirkan terutama sistem yang akan diberlakukan di suatu perpustakaan. Misalnya, sistem pengadaan koeksi, sistem inventarisasi, sistem katalogisasi, sistem klasifikasi, sistem sirkulasi dan software yang akan dipakai. Perlu pula direncanakan buku-buku pedoman yang akan dipergunakan, misalnya pedoman katalogisasi, transtiterisasi dan klasifikasi.

Mengingat begitu pentingnya perencanaan bagi suatu perpustakaan, dalam penyusunannya diperlukan pengetahuan dan pengalaman luas(Sulistya_Basuki, 1993:192). Perencanaaan ini terkait dengan sumber daya manusia dan fasilitas lain yang mendukung pelaksanaan.

· Pengorganisasian dalam Perpustakaan

Padmo Wahyono dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia vol.11(1990:303) menyatakan bahwa organisasi sebagai suatu kerja sama berdasarkan suatu pembagian kerja yang tetap.

Pengorganisasian merupakan penyatuan langkah dari seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan oleh elemen_elemen dalam suatu lembaga. Organisasi timbul karena adanya kebutuhan untuk mengumpulkan orang-orang dalam rangka tujuan bersama melalui pembagian kerja. Pembagian kerja ini akan efektif apabila di dalam organisasi itu terdapat struktur organisasi yang jelas, baik secara makro maupun mikro.

Penyusunan struktur organisasi perpustakaan belum mampu merefleksikan spesialisasi bidang, standarisasi, dan tidak adanya koordinasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh penyusunanstruktur organisasi yang menganut sistem top down, bersifat birokratis dan kurang berorientasi pada visi dan misi perpustakaan. Akibat lebih jauh adalah lamban dalam pencapaian tujuan.

Dalam sistem penyusunan struktur organisasi suatu lembaga (termasuk perpustakaan) dikenal beberapa prinsip, yaitu prinsip kesatuan komando, pembagian wewenang dan jangkauan pengawasan. Prinsip kesatuan komando yakni suatu sistem pembagian wewenang dan tanggung jawab kepada bawahandari satu perintah/komando secara terpusat, baik dalam pelaksanaan tugas rutin maupun penilaian terhadap karyawan. Sedangkan prinsip pembagian weewenang yaitu wewenang didelegasikan ke bawah dari pemegang kekuasaan tertinggi kepada pemegang jabatan?posisi yang lebih rendah melalui hirarki supervisi dan perjenjangan. Di sisi lain, prinsip prinsip jangkauan pengawasan dapat dilakukan sistem pengawasan dan pengembangan suatu organisasi.hal ini dikarenakan dalam sistem ini selalu memperhatikan pada jumlah staf dan karyawan yang dalam pengawasannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

· Pengawasan dalam Perpustakaan

Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dalam suatu perpustakaan perlu pengawasan agar dapat diperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan, selain untuk memperoleh peningkatan kualitas. Pengawasan perlu dilakukan oleh perpustakaan karena faktor perubahan lingkungan organisasi, peningkatan kompleksitas organisasi, dan kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang.

Pengawsan dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif dan pengawasan korektif. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang mengantisipasi terjadinya penyimpangan, sedangkan pengawasan korektif dapat dijalankan apabila hasil yang diinginkan terdapat banyak variasi. Pengawasan itu dapat dilakukan pada bidang-bidang produksi, waktu, kegiatan manusia, maupun keuangan.

Perpustakaan tidak dapat terhindar dari kemajuan jaman, perkembangan teknologi informasi, perubahan politik, peningkatan kualitas pendidikan, pemakai dan perubahan peraturan-peraturan pemerinntah. Perubahan-perubahan seperti ini perlu diantisipasi dengna langkah-langkah strategis.

Sebagai lembaga yang selalu berkembang, maka perpustakaan akan selalu meningkatkan aktivitasnya sesuai tuntutan pemakainya. Sebagai akibat adanya perkembangan tututan ini mempengaruhi pelaksanaan program kebutuhan.

Berbagai kesalahan sangat munngkinn terjadi pada pelaksanaan karena unsur birokrasi, kepentingan pribadi, kepentingan bisnis dan faktor politik. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang memungkinkan pemimpin mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan tersebut sebelum terjadi krisis.

· Kepemimpinan Perpustakaan

Setiap pemimpin yang dianggap berhasil memiliki gaya, metode, maupun pengetahuan yang berbeda. Hal ini karena perbedaan kultur, sistem, maupun kondisi yang dipimpin. Selain itu, setiap orang memiliki gaya kepemimpinan sendiri-sendiri. Berbagai studi tentang kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pendekatan, yakni pendekatan sifat, perilaku dan faktor situasional (Heidjarachman, 1996:217)

  1. Teori Sifat

Teori ini menyatakan bahwa ada seperangkat tetap ciri pribadi maupun sifat intern yang membedakan pemimpin efektif dan tidak efektif (owen dalam Timpe, 1999:258). Dalam teori ini dinyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai bakat dan pembawaan yang sejak kecil sudah terlihat sifat kepemimpinannya.

  1. Teori Perilaku

Perilaku pemimpin dapat dipelajari, maka menurut teori ini seseorang dapat dilatih dengan kepemimpinan yang tepat agar menjadi pemimpin yang efektif. Peril;aku ini sering disebut dengan gaya kepemimpinan. Hines dalam Timpe (1999:121) menyatakan bahwa terdapat tiga gaya kepemimpinan, yatu otokrasi, demokratis dan kendali bebas.

  1. Teori Faktor Situasional

Teori ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan manajemen harus disesuaikan dengan lingkungan dan situasi dalam organisasi (Lumbatoruan, 1990:1550). Oleh karena itu, keberhasilan suatu organisasi juga tergantung pada kemampuan pimpinan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan dan kondisi lingkungan dalam organisasi itu (Winardi, 1990:31).

Kepemimpinan yang efektif tergantung sejauh mana seorang pemimpin itu mampu menggunakan berbagai gaya kepemimpinandengan sebaik-baiknya. Hal ini berarti bahwa situasilah yang mungkin menentukan gaya itu cocock atau tidak. Kepemimpinan yang efektif tidak mesti tergantung pemilikan sifat tertentu, tetapi juga dipengaruhi olehkemampuannya dalam menangani situasi tertentu yang dihadapinya. Denngan demikian, kesesuaian perilaku pemimpin dapat menentukan efektifitas suatu kepemimpinan.

Pokok permasalahan utama dari penelitian ini adalah pengaruh relokasi perpustakaan umum Kota Pekalongan terhadap jumlah pengunjung. Untuk itu, penurunan atau kenaikan jumlah pengunjungkah pengaruhnya. Sehingga dengan tahap yang terdapat dalam teori manajemen perpustakaan di atas, dapat digunakan sebagai cara mengatasi masalah penurunan jumlah pegawai yang terjadi di perpustakaan umum tersebut.

b. Manajemen (XI)

Manajemen sangatlah dibutuhkan pada setiap kegiatan organisasi publik maupun organisasi swasta dalam melakukan proses untuk mencapai tujuannya. pengertian manajemen begitu luas dan banyak para ahli yang mendefinisikan manajemen menurut versi mereka masing-masing, sehingga tidak ada definisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Salah satu pengertian manajemen dirumuskan oleh George Terry yang mengatakan bahwa ”Manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan bantuan orang lain.” Sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh George Terry, Drucker menyatakan bahwa ”Manajemen adalah kegiatan spesifik dalam menggerakkan sejumlah orang agar berlangsung efektif dalam mencapai tujuan dan oganisasi menjadi produkti”.

Pengertian manajemen dipandang sebagai sebuah sistem yang kompleks, maka di dalamnya mencakup unsur-unsur penting pengelolaan yaitu berupa fungsi–fungsi manajemen seperti yang disampaikan oleh Stoner yang mengatakan bahwa ”Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasai lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.”

GR.Terry secara jelas menyatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen terdiri dari :

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko (1995), bahwa perencanaan adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

Arti penting perencanaan terutama addalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan, merumuskan keadaan saat ini, mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan, serta tahap terakhir adalah mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.

Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :

· Rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjanng,

· Rencana strategis merupakan rencana yang disusun guma menentukan tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang,

· Rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek berguna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.

Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang sangat kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.

b. Pengorganisasian (Organizing)

GR.Terry mengemukakan pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antsara orang-orang sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Dari definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksanaannya.

Hal terpenting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiasp kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan dan apa tergetnya. Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Hawawi mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah:

1. organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan,

2. pengelompokan satuan kerja harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab,

3. organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol,

4. organisasi harus mengandung kesatuan perintah dan

5. organisasi harus fleksibel dan seimbang.

Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi, pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang, pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasi pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.

c. Pelaksanaan (Actuating)

Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (acruating) meruoakan fungsi manajemen yang paling utama, karena fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Dalam hal ini, GR. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran kantor dan sasaran anggota-anggota kantor tersebut, oleh karena itu para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, pelaksanaan(actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan melalui berbagai pengarahan dan motivasi agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secaa optimal sesuai dengan peran, tugas, dan tanggung jawabnya. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika merasa yakin akan mampu mengerjakan, yakin bahwa pekerjaan tersebut dapat memberi manfaat bagi dirinya, tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau mendesak, tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.

d. Pengendalian (Controlling)

Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tijuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata, dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpngan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya kantor dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan.

Seiring dengan perkembangan pengertian manajemen, Andrew J. Durbin menyempurnakannya dengan menyatakan bahw a manajemen adalah proses mendayagunaan sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuannya melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan kontrol. Pengertian ini mengarah pada manajemen Pengendalian Mutu Terpadu (Total Quality Management) yang menekankan pada kemampuan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki organisasi melalui proses pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen secara berkualitas.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi perpustakaan dan pemerintah kota pekalongan dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasai lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Tujuan yang dimaksud di sini adalah, dimana peraturan yang telah ditetapkan pemerintah Kota Pekalongan dalam merelokasi perpustakaan umum, tidak berpengaruh terhadap jumlah pengunjung, bahkan dapat mempengaruhi dengan meningkatnya jumlah pengunjung.

c. Administrasi Pembangunan (X2)

Dr. S.P. Siagian,MPA, memisahkan pokok pengertian dari administrasi pembanguna. Menurutnya, adminnistrasi pembangunan meliputi dua pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan. Dalam bukunya yang berjudul Filsafat Administrasi 1973:13, dia mengemukakan bahwa : ”administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan daripada keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya ditentukan oleh dua orang manusia ataulebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.

Sedangkan mengenai pembangunan, dalam bukunya yang berjudul ”Administrasi Pembangunan”, S.P. Siagian mendefinisikan sebagai: ”suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perobohan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa”.

Dari kedua definisi tersebut maka dapat jelas kita lihat pokok-pokok ide yang tersurat, yaitu adanya suatu prosesyang terus-menerus, usaha yang dilakukan dengan perencanaan, orientasi pada perubahan yang signifikan dari keadaan sebelumnya, memiliki arah yang lebih modern dalam artian luas yang mencakup aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, memiliki tujuan utama untuk membina bangsa.

Akan tetapi, tidak ada salahnya jika peneliti mengambil teori dari ahli yang lain, Bintoro Tjokroamidjojo dalam bukunya Pengantar Administrasi Pembangunan mengemukakan bahwa : ”proses pengendalian usaha (administrasi) oleh negara atau pemerintah untuk merealisir pertumbuhan yang direncanakan ke arah yang dianggap lebih baikdan kemajuan di dalam berbagai aspek kehidupan bangsa.”

Dari kedua definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Administrasi Pembangunan adalah suatu cara dan upaya untuk memperbaiki sistem atau proses baik yang bersifat teknis maupun non teknis untuk mencapai tujuan pembangunanyang dilakukan secara sadar dan terencaba dan telah disesuaikan dengan keadaan suatu negara.

Teori Modernisasi menurut Alex Intelest dan Smith adalah :

o Terbuka atas ide dan gagasan

o Orientasi masa kini dan masa depan

o Menghargai waktu

o Segala sesuatu direncanakan

o Tidak tergantung pada alam

Penerapan Administrasi Pembangunan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk memperbaiki sistem atau proses pembangunan di Kota Pekalongan baik, sehingga dampak negatif dari pembangunan yang dilakukan, terhadap relokasi perpustakaan umum misalnya, dapat ditanggulangi serta ditekan sebisa mungkin agar tidak berpengaruh negatif terhadap kondisi sebelumnya, kondisi perpustakaan misalnya.

d. Hubungan Antar Variabel

1) Hubungan antara variabel manajemen (X1) dengan manajemen perpustakaan (Y)

Manajemen sangatlah dibutuhkan pada setiap kegiatan organisasi publik maupun organisasi swasta dalam melakukan proses untuk mencapai tujuannya. Perpustakaan juga termasuk dalam kategori organisasi publik yang memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat umum dengan mengutamakan kepuasan pelanggan. Dengan demikian, perpustakaan dapat dikategorikan sebagai organisasi dalam kelompok, sebagaimana rumah sakit, perguruan tinggi, maupun badan-badan pemerintahan. Dalam operasionalnya, organisasi ini membutuhkan dana yang dapat diperoleh dari pemerintah dan sumbangan masyarakat.

Dari keterangan di atas dapat kita lihat bahwa manajemen (variabel XI) dan manajemen perpustakaan (variabel Y) sangat erat kaitannya. Selain itu, hal ini diperkuat dengan pernyataan GR.Terry yang menyebutkan bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi : Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan dan Pengawasan. Semua fungsi manajemen tersebut juga diterapkan dalam manajemen perpustakaan untuk mencapai keberhasilan dalam organisasi perpustakaan tersebut dengan meningkatkan kualitas perpustakaan agar meningkatnya jumlah pengumjung, walaupun lokasi perpustakaan dipindahkan ke lokasi yang dianggap kurang strategis, sehingga dapat kita simpulkan bahwa kedua variabel itu memang sangat berkaitan.

2) Hubungan antara variabel Administrasi Pembangunan (X2) dengan Manajemen Perpustakaan (Y)

Hubungan antara administrasi pembangunan dengan manajemen perpustakaan ini dapat diterapkan di dalam kegiatan Pemerintah Kota Pekalongan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan Rumah Sakit yang akhirnya harus memindahkan perpustakaan ke lokasi yang kurang strategis. Seharusnya, pemerintah Kota Pekalongan melalui tenaga administrator pembangunannya seharusnya mampu mengantisipasi akibat-akibat yang muncul dari pelaksanaan pembangunan tersebut, sehingga semua dampak negatifnya dapat diantisipasi. Selain itu, manajemen perpustakaan juga harus diterapkan dalam rangka mengatasi akibat negatif dari pembangunan yang dilakukan pemerintah.

3) Hubungan antara variabel Manajemen (XI) dan variabel Administrasi Pembangunan (X2) dengan Manajemen Perpustakaan (Y).

Administrasi pembangunan tanpa manajemen tidak dapat terlaksana, begitu pula sebaliknya, manajemen tanpa administerasi pasti tidak akan berjalan. Kegiatan manajemen dan administrasi harus saling mendukung untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Maju mundurnya suatu perpustakaan sangat dipengaruhi oleh sistem manajemen yang diberlakukan dalam organisasi perpustakaan tersebut, terutama faktor manajer puncak. Penataan manajemen yang sesuai akan mengakibatkan perubahan orientasi dari orientasi standar menjadi orientasi pasar. Oleh karena itu, dalam penataan manajemen perlu dirumuskan dengan jelas tentang visi, misi, tujuan perpustakaan, skil yang memadai, sumber daya yang sesuai, rencana kerja yang matang, intensif yang layak, dan perubahan sikap serta penampilan. Namun semua ini tidak terlepas dari peran Pemerintah Kota Pekalongan dalam menjalankan fungsi administrasi pembangunan, agar pembangunan yang dilaksanakan tidak memunculkan dampak negatif bagi Perpustakaan, justru sebaliknya, kegiatan pembangunan harus menimbulkan dampak positif di berbagai bidang, karena tujuan pembangunan adalah perbaikan sistem, sehingga jika terjadi perubahan dalam perpustakaan, seharusnya akan terjadi peningkatan pengunjung.

Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara manajemen dan administrasi pembangunan dengan manajemen perpustakaan. Karena jika aktivitas manajemen dan administrasi pembangunan berjalan dengan baik, maka akan membuat manajemen perpustakaan juga berjalan lancar, sehingga kualitas perpustakaan meningkat yang tentunya dapat mengakibatkan peningkatan pengunjung.

5. Hipotesis

Hipotesis menurut Hadari Nawawi (2003: 44) adalah dugaan pemecahan masalah yang bersifat sementara yakni pemecahan masalah yang mungkin benar dan mungkin pula salah. Sedangkan Sugiyono (1999: 39) mengartikan hipotesis sebagai suatu jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian ini akan dirumuskan Hipotesis Minor dan Hipotesis Mayor sebagai berikut:

1. Hipotesis Minor

a. Ada hubungan positif antara manajemen dengan manajemen perpustakaan yang dapat mengakibatkan penurunan ataupun peningkatan pengunjung perpusstakaan umum Kota Pekalongan.

b. Ada hubungan positif antara administrasi pembangunan dengan manajemen perpustakaan yang dapat mengakibatkan penurunan ataupun peningkatan pengunjung perpusstakaan umum Kota Pekalongan.

Skema geometri hubungan antar variabel sebagai berikut:

2. Hipotesis Mayor

”Ada hubungan positif antara manajemen dan administrasi pembangunan dengan relokasi perpustakaan umum kota pekalongan terhadap penurunan jumlah pengunjung”

Skema geometri antar variabel sebagai berikut:

6. Definisi Istilah

a) Definisi Konseptual

Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Masri Singarimbun, 1989: 34). Definisi konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

· Manajemen Perpustakaan

Manajemen perpustakaan adalah proses mendayagunaan sumber daya yang dimiliki organisasi perpustakaan melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan kontrol untuk mencapai tujuannya yaitu pengumpulan, pengolahan, pengawetan, pelestarian dan penyajian serta penyebaran informsasi kepada masyarakat Kota Pekalongan dengan baik, sehingga jumlah pengunjung dapat tetap meningkat tanpa harus terpengaruh oleh pemindahan lokasi perpustakaan.

· Manajemen

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi perpustakaan dan pemerintah kota pekalongan dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasai lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan

· Administrasi Pembangunan

Administrasi Pembangunan adalah suatu cara dan upaya untuk memperbaiki sistem atau proses di Kota Pekalongan baik yang bersifat teknis maupun non teknis untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan secara sadar dan terencana dan telah disesuaikan dengan keadaan Kota Pekalongan, sehingga dampak negatif dari pembangunan yang dilakukan dapat ditanggulangi serta ditekan sebisa mungkin agar tidak berpengaruh negatif terhadap kondisi sebelumnya, kondisi perpustakaan misalnya.

b) Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel tersebut dapat diukur (Masri Singarimbun, 1989: 46). Pada setiap penelitian, semua yang sudah didefinisikan secara konseptual harus bisa diterapkan (dioperasionalkan) ke dalam indikator-indikator masing masing, sehingga dapat diketahui pengukuran yang digunakan dalam penelitian tersebut. Untuk itu, peneliti menentukan definisi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Manajemen Perpustakaan (Y), dengan indikator berikut :

§ Perencanaan Perpustakaan

§ Pengorganisasian Perpustakaan

§ Pengawasan Perpustakaan

§ Kepemimpinan

§ Anggaran yang digunakan

2. Variabel Manajemen (XI), dengan indikator sebagai berikut :

§ Perencanaan

§ Pengorgaanisasian

§ Pengarahan

§ Pengawasan

3. Variabel Administrasi Pembangunan (X2), dengan indikator sebagai berikut :

§ Keterbukaan atas ide dan gagasan

§ Orientasi masa kini dan masa depan

§ Menghargai waktu

§ Segala sesuatu direncanakan

§ Tidak tergantung pada alam

7. Metode Penelitian

a. Tipe Penelitian

Di dalam suatu penelitian , terdapat beberapa tipe, menurut Masri Singarimbun (1989: 4), pada umumnya penelitian digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu:

a. Penelitian deskriptif, yaitu suatu usaha pemecahan masalah dengan cara membandingkan gejala-gejala yang ditemukan, mengadakan klasifikasi gejala dan menetapkan hubungan antara gejala-gejala yang ditemukan.

b. Penelitian eksploratif (penjajakan), adalah suatu penelitian dengan maksud merumuskan masalah secara lebih terperinci bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang gejala tersebut.

c. Penelitian eksplanatori (penjelasan), yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel yang diteliti dan hipotesis yang telah dirumuskan.

Dari beberapa tipe yang telah dijelaskan, penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam tipe penelitian eksplanatori (penelitian penjelasan). Penelitian eksplanatori ini memfokuskan hubungan dan pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya, yang selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis.

b. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dapat diartikan sebagai jumlah kaseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Masri Singarimbun, 1989: 152). Untuk itu, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengunjung perpustakaan umum Kota Pekalongan yang merasa terpengaruhi akibat perpindahan lokasi perpustakaan.

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan ditunjuk untuk mewakili keseluruhan dari populasi. Unit analisis ialah unit yang akan diteliti atau di analisa. Unit analisis dalam penelitian ini adalah beberapa pengunjung perpustakaan umum Kota Pekalongan yang merasa terpengaruhi akibat perpindahan lokasi perpustakaan.

Sampling Size yaitu besarnya sampel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini sampel yang diambil berpedoman pada rumus Slovin (Husein Umar, 2004: 107):

n =

Keterangan:

n : besaran sampel

N : besaran populasi

e : nilai kritis (batas ketelitian) yang dinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel). Dalam hal ini peneliti menggunakan tingkat kesalahn 10%.

99

n = = 49,75

1 + 99 (10%)²

Maka sampel yang akan diambil besarnya 49,75 dan dibulatkan menjadi 50 pengunjung. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara random sampling, yaitu setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sebagai sampel melalui pengambilan secara acak.

c. Sumber Data

.a. Sumber Data Primer

Adalah data-data yang secara langsung diambil atau didapat dari sampel dengan menggunakan daftar kuesioner, wawancara, dan observasi langsung. Peneliti menggunakan data primer melalui kuesioner kepada beberapa pengunjung perpustakaan yang telah dipilih secara acak, menggunakan wawancara kepada pegawai perpustakaan serta observasi peneliti langsung di perpustakaan tersebut.

b. Sumber Data Sekunder

Data-data yang diperoleh dari literatur-literatur, majalah-majalah dan dokumen-dokumen serta data tidak langsung dari objek penelitian. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder, yaitu menggunakan buku-buku literatur tentang teori yang berhubungan dengan penelitaian, menggunakan dokumen-dokumen dari perpustakaan, maupun artikel yang diperoleh di internet serta majalah lainnya.

d. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi lapangan digunakan untuk melihat dan mencatat secara langsung dan sistematis objek penelitian.

1. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data melalui tanya jawab langsung terhadap pihak-pihak yang sengaja dipilih dengan maksud agar memberikan informasi yang diperlukan dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

2. Kuesioner

Merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disusun tertulis dan sistematis yang sangat berkaitan dengan hipotesis yang dipilih.

3. Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pencatatan dan penelaahan terhadap catatan-catatan, arsip-arsip, dokumen serta peraturan-peraturan lainnya yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas

e. Skala Pengukuran Variabel

Terdapat empat skala pengukuran menurut S.S. Stevens dalam Masri Singarimbun (1989: 101), yaitu:

1. Ukuran Ordinal

Ukuran ordinal adalah memberikan nilai pada setiap jawaban responden, mulai dari jawaban yang paling rendah sampai jawaban yang paling tinggi menurut suatu atribut tertentu tanpa ada petunjuk yang jelas tentang jumlah absolut yang dimiliki oleh masing-masing responden tersebut dari beberapa interval antara responden yang satu dengan responden yang lainnya.

2. Ukuran Interval

Ukuran Interval, merupakan ukuran yang tidak semata-mata mengurutkan orang atau obyek berdasarkan suatu atribut, tetapi juga memberikan informasi tentang interval antara satu orang atau obyek dengan orang atau obyek lain.

3. Ukuran Rasio

Ukuran Rasio, merupakan ukuran suatu interval dengan jarak (interval) tidak hanya dinyatakan dalam perbedaan dengan angka rata-rata suatu kelompok, tetapi dengan titik nol.

Semua jawaban yang masuk dari seluruh responden yang diambil berdasarkan kuesioner dalam penelitian ini akan diukur dengan skala ordinal yang disajikan dalam bentk angka-angka penilaian, yaitu 1,2,3,4 dimana angka ini dimaksudkan :

Nilai 1 berarti Kurang Baik

Nilai 2 berarti Cukup Baik

Nilai 3 berarti Baik

Nilai 4 berarti Sangat Baik

f. Teknik Pengolahan Data

a. Editing

Yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan kuesioner untuk mengetahui apakah data tersebut sudah cukup baik dan dapat segera disiapkan untuk proses selanjutnya.

b. Coding

Yaitu mengklasifikasi jawaban dari responden menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan jalan memberi tanda pada masing-masing jawaban dengan kode tertentu.

c. Tabulating

Yaitu memindahkan atau proses mengelompokan jawaban yang serupa secara teratur dan teliti. Kemudian menghitung dan menjumlahkan banyaknya gejala yang masuk dalam suatu kategori, kemudian diwujudkan dalam penyajian tabel.

g. Analisis Data

Dalam proses analisis data pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis analisis data kuantitatif, dimana data yang diperoleh berjumlah besar dikumpulkan dan sudah diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu. Analisis data kuantitatif ini dilakukan melalui perhitungan rumus statistika uji korelasi, karena memang perhitungan rumus statistika ini menjadi salah satu karakteristik dalam suatu penelitian kuantitatif.

h. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah peneliti ajukan pada waktu sebelumnya maka dalam pengujian hipotesis ini, dipergunakan rumus-rumus sebagai berikut (Sidney Siegel, 1986: 264):

Koefisien Korelasi Rank Kendall

Rumus ini berfungsi untuk membuktikan apakah ada hubungan positif antara variabel manajemen (X1) dengan variabel manajemen perpustakaan umum di Kota Pekalongan (Y) serta membuktikan apakah ada hubungan positif antara variabel administrasi pembangunan (X2) dengan variabel manajemen perpustakaan umum di Kota Pekalongan (Y). Untuk perhitungan teknisnya menggunakan perhitungan manual dan SPSS. Menurut Sidney Siegel (1986: 264), rumusnya adalah sebagai berikut :

Rumusnya:

Keterangan:

τ = Koefisien Korelasi Rank Kendall

S = Skor

N = Jumlah responden

½ N (N-1) = Kemungkinan skor maksimum

Bila dalam observasi terdapat angka yang sama, maka rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

τ = Koefisien Rank Kendall

Tx = ½ t (-1), t adalah banyaknya angka sama dalam setiap kelompok angka pada variabel X

Ty = ½ t (-1), t adalah banyaknya angka sama dalam setiap kelompok angka pada variabel Y

S = Skor

N = Jumlah responden

T = Banyaknya observasi berjangka sama pada tiap kelompok angka sama pada tabel

Jumlah N>10, sehingga untuk menguji signifikansi digunakan rumus:

z =

Keterangan:

z = Nilai signifikansi

τ = Koefisien Rank Kendall

N = Jumlah responden

Kemudian hasil perhitungan tersebut dikonsultasikan dengan harga Z observasi, dimana kriterianya adalah:

Jika Z hitung > Z tabel 1%, sangat signifikan, hipotesis diterima

Jika Z hitung > Z tabel 5%, signifikan, hipotesis diterima

Jika Z hitung < Z tabel 5%, signifikan, hipotesis ditolak

Level of significant yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada tingkat signifikan 5 %.

Koefisien Konkordansi Kendall (W)

Koefisien ini digunakan untuk menguji hubungan antara variabel X1 dan X2 dengan Y secara bersama-sama melalui pengukuran terhadap himpunan-himpunan ranking masing-masing variabel yang diasosiasikan secara bersama-sama (Sidney Siegel, 1986: 283)

Untuk menghitung adalah dengan menggunakan rumus dibawah ini:

Dimana:

T =

Keterangan:

W = Koefisien konkordansi Rank Kendall

S = Jumlah kuadrat deviasi observasi dari mean (Rj)

Rj = Banyaknya himpunan ranking penjenjangan

k = Banyak penilai yang memberi ranking

N = Banyaknya objek yang diberi ranking

T = Jumlah harga-harga T untuk semua ranking

t = Banyaknya observasi dalam suatu kelompok yang memperoleh angka sama untuk suatu ranking tertentu

Untuk menguji tingkat signifikansinya digunakan rumus:

X² = k (N – 1) W

Dimana:

X² = Test chi-square

k = Banyak penilai yang memberi ranking

N = Banyaknya objek yang diberi ranking

W = Koefisien konkordansi Rank Kendall

Kemudian hasil perhitungan tersebut dikonsultasikan dengan harga chi kuadrat, dengan rumus df = N – 1. Adapun ketentuannya sebagai berikut:

· Jika c2hitung > c2tabel pada taraf signifikansi 5% berarti signifikan dan hipotesis diterima.

· Jika c2hitung < c2tabel taraf signifikansi 5% berarti tidak signifikan dan hipotesis ditolak.

8. Daftar Pustaka

Bryson, John M. 1999. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nawawi, H. Hadari. 2005. Manajemen Strategik: Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Salusu, J, Prof., Dr., MA. 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik: Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

H.S, Lasa. 2005.Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta: Gama Media.

Handoko, T. Hani. 1984. Manajemen Jilid 2. Yogyakarta: BPFE